Dear Dreamers!
Pagi-pagi
sekali, pukul 04.00, Mbak Sausan membangunkan saya, Cendra, Nugrah, dan Indah.
Pak Arief datang ke BSD untuk mengantarkan beberapa barang yang akan dibawa
teman-teman saya kembali ke Sumbawa, di antaranya pigura dan enzim—sebelumnya
beliau juga menyerahkan jurnal untuk koleksi perpustakaan fakultas. Beliau juga
menyampaikan beberapa pesan kepada kami.
Setelah itu
teman-teman yang lain mulai bangun dan packing barang masing-masing. Saya pun
menemani mereka mengemasi barang hingga pukul 07.15. Setelah itu, saya pamitan
untuk kembali ke Dharmais. Hiks, sedih juga sih, akhirnya petualangan kami kali
ini berakhir sudah. Sampai ketemu di Sumbawa guys!
Kembali
perjalanan panjang saya lakoni. Dari BSD saya naik angkot ke Rawa Buntu, lalu menggunakan commuter line menuju Jakarta dan turun di stasiun Palmerah. Dari stasiun Palmerah, saya berjalan menuju stasium
busway terdekat: stasiun Slipi Petamburan. Jaraknya lumayan juga, sekitar 20
menit berjalan kaki.
Sesampainya di
Dharmais, saya lalu membantu Bu Febri untuk preaktek hari ini: tes ELISA. Dulu
saya sempat bingung, apa ELISA ini nama orang? Namun hari ini saya menemukan
jawabannya. ELISA, atau Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay adalah suatu teknik biokimia yang terutama digunakan dalam bidang
imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel.
ELISA telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang medis, patologi
tumbuhan, dan juga berbagai bidang industri. Dalam pengertian sederhana,
sejumlah antigen yang tidak dikenal ditempelkan pada suatu permukaan, kemudian
antibodi spesifik dicucikan pada permukaan tersebut, sehingga akan berikatan
dengan antigennya. Antibodi ini terikat dengan suatu enzim, dan pada tahap
terakhir, ditambahkan substansi yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal
yang dapat dideteksi. Dalam ELISA fluoresensi, saat cahaya dengan panjang
gelombang tertentu disinarkan pada suatu sampel, kompleks
antigen/antibodi akan berfluoresensi sehingga jumlah antigen pada sampel dapat
disimpulkan berdasarkan besarnya fluoresensi.
Ada beberapa tipe dari
ELISA, yaitu Indirect, Sandwich, dan Competitive. Masing-masing memiliki
cirinya masing-masing. Pada Indirect ELISA, Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi
terikat enzim yang tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai
molekul sinyal. Kerugian utama dari metode indirect ELISA adalah metode imobilisasi
antigennya non-spesifik, sehingga setiap protein pada sampel akan menempel pada
lubang plate mikrotiter, sehingga konsentrasi
analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi dengan protein serum lain
saat pengikatan pada permukaan lubang. Pada Sandwich ELISA, keuntungan
utama dari metode ini adalah kemampuannya menguji sampel yang tidak murni, dan
mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa lapisan pertama
antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel (termasuk protein serum)
dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng, menurunkan kuantitas
antigen yang terimobilisasi. Sedangkan dalam ELISA kompetitif, semakin tinggi
konsentrasi antigen orisinal, semakin lemah sinyal yang dihasilkan.
Pada
eksprerimen kali ini, Bu Febri menggunakan metode Sandwich ELISA, di mana dalam
eksperimen ini yang ingin dianalisa adalah jumlah molekul IFN (interferon) dan
IL (interleukin), molekul bagian dari protein sitokin pada mekanisme sistem
imun. Tes ELISA ini durasinya agak panjang, karena dalam tiap tahap memerlukan
tahap inkubasi dan pencucian (washing). Hasil eksperimen di lab kemudian dibaca
dengan ELISA Reader kemudian dianalisa.
Hari ini saya
cukup banyak berbincang dengan Bu Febri dan Kak Rizky, karena ada cukup banyak
waktu untuk beristirahat, misalnya saat masa inkubasi. Bu Febri dan Kak Rizky
banyak bercerita tentang pengalaman saat mengerjakan ELISA, dan eksperimen ini
juga akan saya lakukan di Tsukuba nanti, jadi harus dipelajari lebih banyak.
Well, demikian
ya cerita hari ini. Ikuti perjalanan saya selanjutnya ya! J
Foto: hasil ELISA
Habis eksperimen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar